Malin Sutan*
*Anggota Tim Desk Politik dan Litbang GEMA Pembebasan wil. Riau dan Mahasiswa Fisip UNRI Demikan banyak PR (pekerjaan rumah) ummat islam dalam kesembrawutan tatanan global saat ini. dan kami bersyukur, disaat perhatian massa yang muda masih luntang-lantung dalam kegamangan materialisme yang di disain terencana ini, Allah SWT telah memberikan kami kesabaran yang terus menerus rindu pada perubahan. Yakni perubahan yang indah. Perubahan yang pernah mengisi minda ekstasi ketakjuban para sufi di seberang selat bhosporus itu.
kami sering juga melihat dunia ini yang indah-indah. gunung berarak berwarna hijau, lembah yang di muati telaga nan jernih, cinta meronta-ronta sepasang kekasih, bahagia menyambut kehormatan tamu, bergelut yang sungguh hati-hati menjaga gelak tawa anak-anak nan lucu. Sungguh kami masih selalu terisi oleh energi yang memancar dari melodius keikhlasan ini. Seakan adalah injeksi motivasi yang meyejuk hati kami hingga bergairah mencurah daya untuk mengharap risalah kasih sayang bagi sekalian penghuni alam ini terealisasi adanya
beginilah adanya hidup kita pada masa kini. Masa dimana dominasi kapitalisme demikian menggurita menjerat leher ruang sistem pengaturan hidup kita. Dimana-mana telah terlalu banyak ke hinaan terhadap hidup manusia yang menjadi asupan memori sederhana manusia kita sehari-hari. Namun entah mengapa sebagian besar dari kita seperti tidak memijak bumi ini. Seperti tak tahu dengan banyaknya nestapa yang terjadi. Benarlah cerita-cerita lama tentang penjajahan yang pernah mendera ringkih tulang belulang datuk-datuk kita itu. Betapa dalam suasana penjajahan yang memeras air mata manusia yang tak berdaya itu bukan berarti ketika itu tidak dapat kita temukan orang-orang bercengkrama yang tertawa karena membicarakan hal-hal yang lucu. Bukan berarti juga ketika itu tidak dapat kita temukan muda mudi bercinta yang nak kahwin. Juga bukan berarti ketika itu tidak dapat kita temukan anak-anak kecil yang berlarian bermain-main.
Sama masa nya dengan sekarang. Sungguh tanah dan air nan di gadang-gadang ini sedang dijajah seperti masanya datuk-datuk kita yang telah lewat itu. Betapa tidak, bagaimana bisa kita menerima dengan akal yang sehat bahwasanya seorang ibu dan anaknya yang di dalam kandungan mati kelaparan sementara tanah kita adalah tanah khatulistiwa yang tongkat kayu saja jika di tanam akan tumbuh menjadi tanaman yang hidup. Dan ternyata ada 33 juta orang atau 16,5% dari total penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta orang ini yang berpoptensi seperti ibu dan anak tadi. Sementara 20.000 orang jumlah orang kaya di Indonesia, dengan kekayaan di atas Rp 9 milyar, dan menempati posisi ketiga teratas di kawasan Asia-Pasifik (gatra.com). Ini sangat aneh di negeri yang sering disebut sebagai negeri dengan populasi umat islam terbesar di dunia. Bukankah di dalam islam kekayaan tidak boleh berputar di kalangan orang kaya sahaja, kaila yakun dulatan baina al aghniya (Q.hasyr:7), dan di dalam harta! si kaya ada hak orang miskin, wafi amwalihim haqqun lissa’ili wa al mahrum (Q.al-ma’arij:24-25),
Bagaimana bisa kita menerima dengan wajar kekayaan negeri ini dari emasnya, minyak, gas, ikan dan lainnya seperti tidak ada konstribusinya terhadap perbaikan kondisi kehidupan rakyat negeri ini sementara pemerintah seharusnya mengelola semuanya tadi dan mengembalikan hasilnya lagi kepada rakyat dalam bentuk subsidi, pelayanan gratis, pembangunan infrastruktur dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan oleh pemerintah kita itu. Dan seharusnya memang itulah yang mereka lakukan karena mereka akan dimintakan pertanggungjawabannya terhadap apa yang dipimpinnya nanti di akhirat kelak. Bukankah Rasulullah Saw bersabda bahwa manusia berserikat dalam memiliki air, padang rumput dan api, dan keumuman lafaz hadist ini dapat kita kiaskan terhadap bahan –bahan tambang tadi.
Islam telah memberikan solusi terhadap seluruh aspek permasalahan kehidupan. Namun anehnya solusi islam tidak dapat kita saksikan sekarang ini karena secara praktis islam sebagai solusi tidak pernah lagi menjadi legal formal hukum di negeri-negeri kaum muslimin semenjak runtuhnya institusi khilafah di Turki Utsmani. Dan dapat kita lihat umat islam seperti tidak mengetahui dengan apa seharusnya mereka membangun harga diri ini kembali. Banyak yang mengira bahwa penjajahan pada masa sekarang tidak menemukan faktanya. Dalam memori lama kebanyakan dari kita menganggap penjajahan adalah hari-hari yang selalu dilalui dengan derita yang tak berkesudahan, leher anda dirantai dan di cambuk setiap hari dan disana sama sekali tidak ada ruang untuk merecap romantisme manusia. Inilah yang akan terus kami lakukan yaitu meneriakkan kepada manusia di seluruh pelataran emper dan loby dunia bahwa mereka sedang dijajah. Dan mereka akan di bebaskan oleh penjajahan itu hanya dengan islam. Yah�€! ¦ hanya dengan islam.
Doa kan kami untuk selalu istiqamah di jalan ini selama nyawa masih belum lagi membumbung ke arasyiNya….










Anonim
10 Juni 2008 pukul 03.20
Subhanallah...
SEMANGAT untuk menegakkan syari'ah...dan buktikan bahwa Islam tuh rahmatan lil 'alamiin...
Okeh?
ALLAHU AKBAR!!!